Tinta Hitam

Minggu, 31 Maret 2013

RIMA


Panorama pagi menambah semangat Rima untuk terus berjalan menyusuri bentang sawah-sawah menuju sekolahnya. Tangan kanannya sibuk menenteng sepasang sepatu, sedangkan dipunggungnya ada sebuah tas ransel berisi buku-buku pelajaran hari ini. Musim hujan sudah menjadi langganan bagi Rima untuk  bersiap-siap menghadapi lumpur sawah. Setiap hari ia berjalan kaki berangkat dan pulang sekolah. Jarak antara rumah dan sekolahnya cukup jauh. 3 km. Bukan karena orang tuanya tidak memiliki kendaraan, tetapi setiap pagi Orang tua Rima harus berangkat bekerja di sawah.

Rima tidak sendiri, dua orang temannya, Dina dan Heni selalu menemaninya. Berangkat bermanjakan embun dan pulang berbasuh air hujan. Jalanan tak bisa ditempuh dengan sepeda, karena itulah Rima dan teman-temannya memilih berjalan kaki.
Sesampainya disekolah, Rima tergesa-gesa menuju kamar mandi. Membersihkan lumpur-lumpur sawah yang menempel dikakinya. Tak lama setelah itu bel sekolah berbunyi.
Teeeeettt,, teeeettt,,, teeeeett….
Bu Sri siap mengajar dikelas Rima. Hari ini akan ada pelajajaran Bahasa Indonesia yang sudah dinanti Rima sepekan terakhir. Entah mengapa, selalu timbul motivasi baru dari hati Rima setelah mengikuti pelajaran Bu sri. “Mungkin memang beliau pemotivasi yang baik”. Begitu kata hati Rima bergema.
“Assalamu’alaikum anak-anak”
“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wa barokatuh”.
Usai berucap salam Bu Sri menerangkan betapa pentingnya menjadi orang yang kaya akan ilmu. “kemanapun kita melangkah, apabila kita memiliki ilmu pasti kita tidak akan tersesat. Kita boleh miskin harta tetapi tidak untuk miskin ilmu”. Kutipan ini tertanam dipikiran Rima. Walaupun orang tua Rima hanya sebagai petani biasa dan hidup sederhana, Rima tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.
Jam menunjukkan pukul 11:30 WIB. Saat pulang sekolah sudah tiba. Suasana ketika itu mendung. Langit dipenuhi awan hitam, tanda hujan akan turun.
“Din, bagaimana ini ? sepertinya akan hujan.”
“Iya Rim, tapi tidak apa-apa kita jalan saja terus, nanti kita berteduh di gubuk milik para petani, nanti kitakan lewat sawah”. Ucap Heni member usulan.
“Aku setuju Hen”. Dina mengiyakan usulan Heni dengan penuh semangat, begitu pula Rima. Mereka harus segera sampai dirumah. Siang ini mereka akan membantu orang tuanya untuk menanam padi disawah. Namun, keberuntungan tidak berpihak pada mereka. Hujan turun dengan lebat ketika mereka melintasi area pesawahan. 
“Rima, Dina, ayo berteduh, disana ada gubuk”. Heni berlari menuju gubuk yang berada ditengah sawah yang mereka lewati. Separuh seragam mereka basah, namun buku-buku mereka masih bisa diselamatkan dari guyuran air hujan.
“Alhamdulillah, bukunya masih utuh, nggak basah. Bagaimana dengan buku kalian ?”. Tanya Rima.
“Buku ku selamat kok, kamu gmana Din ?”.
“Agak basah, tapi tidak apa-apa, nanti kalau sampai rumah bisa dikeringkan”.
Setelah menunggu saju jam lamanya, mereka akhirnya bisa melanjutkan perjalanan pulang. Sekali lagi, panorama penyemangat jiwa Rima timbul dari alam. Pelangi membentang berwarna-warni muncul akibat bias sinar mentari yang terkena percikan gerimis dari langit. Pemandangan alam ditengah perjalanan mereka benar-benar suatu hadiah dari Allah. Dia memang selalu memberi kejutan bagi para pencari ilmu untuk senantiasa bersyukur atas karunia-Nya. Dalam bentuk apapun.
“Rumahku sudah dekat, aku duluan ya teman-teman !”
“iya, salam untuk orang tuamu ya”. Rima dan Heni berkata serentak. Sedangkan  Dina sudah menghilang dipersimpangan jalan. Perjalanan tersisa dua orang.
“Rim, setelah Lulus SD kamu mau melanjutkan kemana ?”. Sambil berjalan, Heni bertanya pada Rima dengan penuh penasaran, sampai ia mengulang pertanyaannya Rima baru menjawab.
“Rima, setelah Lulus kamu mau melanjutkan sekolah kemana ?”. Tanya Heni lagi.
“Eh, iya,,,, hmmm. Aku belum tahu Hen, aku belum bertanya pada Bapakku. Sebenarnya aku ingin ke SMP Kota, tapi sepertinya Bapakku akan memasukkan aku di SMP Kecamatan saja. Kalau kamu kemana Hen ?”
“Aku akan keluar Kota Rim, Ibuku bilang kalau aku harus belajar terus dimanapun dan kapanpun, kerena ilmu harus digali bukan ditunggu. Persis seperti kata-kata  Bu sri tadi.”
“Itu benar Hen, aku juga ingin seperti kamu, tapi orang tuaku hanya mampu menyekolahkanku disini saja, aku juga masih dibutuhkan disini untuk membantu mereka “
“Iya Rim, tidak apa-apa. Dimanapun kita mencari ilmu kalau kita sungguh-sungguh pasti kita juga akan berhasil. Begitu katanya Ibuku tadi malam, hehehe”
“Haha, kamu dari tadi hanya memakai kata Ibumu dan Bu Sri lalu kata-katamu sendiri apa?”
“Emmm, begini saja. Berjalan atau berkendara tidak jadi masalah ketika kita sekolah, yang penting semangatnya, bagaimana menurutmu ?”
“Bagus kok
Cukup dua kata itu tanggapan Rima. Semangat dan usaha yang tinggi akan menghasilkan sesuatu yang tinggi pula, dan apabila yang telah dicapai kurang bukan berarti kita gagal tetapi, usaha kita perlu ditingkatkan lagi. Jika Heni pergi ke luar kota untuk mencari ilmu yang lebih baik, maka Rima pun akan menimba ilmu dengan ketekunan yang lebih baik disini, tak perlu jauh-jauh. Berbekal usaha, semangat dan ketekunan Rima yakin akan berhasil meraih ilmu ynag diinginkannya, meskipun ia adalah anak seorang petani biasa, itu bukan masalah. Orang dihargai karena ilmunya bukan hartaya.
“Sudah dulu ya Rim, rumahku sudah dekat, kamu nggak mampir ?”
“Tidak usah Hen, Ibuku pasti sudah khawatir”
“Ya sudah aku duluan”
“Iya”
Angin berhembus pelan. Tanda hujan akan segera turun lagi. Benar saja, setelah Rima memasuki rumah, tiba-tiba saja hujan turun dengan lebatnya. Rima memandangi motor tua milik Bapaknya. Dalam hati Rima berkata “mungkin kamu akan dijual untuk menyekolahkan aku, tapi ketika aku sudah pintar nanti, aku ingin menggantimu dan membelikan motor baru untuk Bapak”.
*) Penulis adalah mahasiswi STAIN Tulungagung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar