Panorama pagi menambah semangat Rima
untuk terus berjalan menyusuri bentang sawah-sawah menuju sekolahnya. Tangan
kanannya sibuk menenteng sepasang sepatu, sedangkan dipunggungnya ada sebuah
tas ransel berisi buku-buku pelajaran hari ini. Musim hujan sudah menjadi
langganan bagi Rima untuk bersiap-siap
menghadapi lumpur sawah. Setiap hari ia berjalan kaki berangkat dan pulang
sekolah. Jarak antara rumah dan sekolahnya cukup jauh. 3 km. Bukan karena orang tuanya tidak memiliki kendaraan,
tetapi setiap pagi Orang tua Rima harus berangkat bekerja di sawah.
Rima tidak sendiri, dua orang temannya, Dina dan Heni
selalu menemaninya. Berangkat bermanjakan embun dan pulang berbasuh air hujan.
Jalanan tak bisa ditempuh dengan sepeda, karena itulah Rima dan teman-temannya
memilih berjalan kaki.
Sesampainya disekolah, Rima tergesa-gesa menuju kamar
mandi. Membersihkan lumpur-lumpur sawah yang menempel dikakinya. Tak lama
setelah itu bel sekolah berbunyi.
Teeeeettt,, teeeettt,,, teeeeett….
Bu Sri siap mengajar dikelas Rima. Hari ini akan ada
pelajajaran Bahasa Indonesia yang sudah dinanti Rima sepekan terakhir. Entah
mengapa, selalu timbul motivasi baru dari hati Rima setelah mengikuti pelajaran
Bu sri. “Mungkin memang beliau pemotivasi yang baik”. Begitu kata hati
Rima bergema.
“Assalamu’alaikum anak-anak”
“Wa’alaikumsalam warohmatullahi wa barokatuh”.
Usai berucap salam Bu Sri menerangkan betapa
pentingnya menjadi orang yang kaya akan ilmu. “kemanapun kita melangkah,
apabila kita memiliki ilmu pasti kita tidak akan tersesat. Kita boleh miskin
harta tetapi tidak untuk miskin ilmu”. Kutipan ini tertanam dipikiran Rima.
Walaupun orang tua Rima hanya sebagai petani biasa dan hidup sederhana, Rima
tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.
Jam menunjukkan pukul 11:30 WIB. Saat pulang sekolah
sudah tiba. Suasana ketika itu mendung. Langit dipenuhi awan hitam, tanda hujan
akan turun.
“Din, bagaimana ini ? sepertinya akan hujan.”
“Iya Rim, tapi tidak apa-apa kita jalan saja terus,
nanti kita berteduh di gubuk milik para petani, nanti kitakan lewat sawah”.
Ucap Heni member usulan.
“Aku setuju Hen”. Dina mengiyakan usulan Heni dengan
penuh semangat, begitu pula Rima. Mereka harus segera sampai dirumah. Siang ini
mereka akan membantu orang tuanya untuk menanam padi disawah. Namun,
keberuntungan tidak berpihak pada mereka. Hujan turun dengan lebat ketika mereka
melintasi area pesawahan.
“Rima, Dina, ayo berteduh, disana ada gubuk”. Heni
berlari menuju gubuk yang berada ditengah sawah yang mereka lewati. Separuh
seragam mereka basah, namun buku-buku mereka masih bisa diselamatkan dari
guyuran air hujan.
“Alhamdulillah, bukunya masih utuh, nggak basah.
Bagaimana dengan buku kalian ?”. Tanya Rima.
“Buku ku selamat kok, kamu gmana Din ?”.
“Agak basah, tapi tidak apa-apa, nanti kalau sampai
rumah bisa dikeringkan”.
Setelah menunggu saju jam lamanya, mereka akhirnya
bisa melanjutkan perjalanan pulang. Sekali lagi, panorama penyemangat jiwa Rima
timbul dari alam. Pelangi membentang berwarna-warni muncul akibat bias sinar
mentari yang terkena percikan gerimis dari langit. Pemandangan alam ditengah
perjalanan mereka benar-benar suatu hadiah dari Allah. Dia memang selalu
memberi kejutan bagi para pencari ilmu untuk senantiasa bersyukur atas
karunia-Nya. Dalam bentuk apapun.
“Rumahku sudah dekat, aku duluan ya teman-teman !”
“iya, salam untuk orang tuamu ya”. Rima dan Heni
berkata serentak. Sedangkan Dina sudah
menghilang dipersimpangan jalan. Perjalanan tersisa dua orang.
“Rim, setelah Lulus SD kamu mau melanjutkan kemana ?”.
Sambil berjalan, Heni bertanya pada Rima dengan penuh penasaran, sampai ia
mengulang pertanyaannya Rima baru menjawab.
“Rima, setelah Lulus kamu mau melanjutkan sekolah
kemana ?”. Tanya Heni lagi.
“Eh, iya,,,, hmmm. Aku belum tahu Hen, aku belum bertanya
pada Bapakku. Sebenarnya aku ingin ke SMP Kota, tapi sepertinya Bapakku akan
memasukkan aku di SMP Kecamatan saja. Kalau kamu kemana Hen ?”
“Aku akan keluar Kota Rim, Ibuku bilang kalau aku
harus belajar terus dimanapun dan kapanpun, kerena ilmu harus digali bukan
ditunggu. Persis seperti kata-kata Bu
sri tadi.”
“Itu benar Hen, aku juga ingin seperti kamu, tapi
orang tuaku hanya mampu menyekolahkanku disini saja, aku juga masih dibutuhkan
disini untuk membantu mereka “
“Iya Rim, tidak apa-apa. Dimanapun kita mencari ilmu
kalau kita sungguh-sungguh pasti kita juga akan berhasil. Begitu katanya Ibuku
tadi malam, hehehe”
“Haha, kamu dari tadi hanya memakai kata Ibumu dan Bu
Sri lalu kata-katamu sendiri apa?”
“Emmm, begini saja. Berjalan atau berkendara tidak
jadi masalah ketika kita sekolah, yang penting semangatnya, bagaimana menurutmu
?”
“Bagus kok”
Cukup dua kata itu tanggapan Rima. Semangat dan usaha
yang tinggi akan menghasilkan sesuatu yang tinggi pula, dan apabila yang telah
dicapai kurang bukan berarti kita gagal tetapi, usaha kita perlu ditingkatkan
lagi. Jika Heni pergi ke luar kota untuk mencari ilmu yang lebih baik, maka
Rima pun akan menimba ilmu dengan ketekunan yang lebih baik disini, tak perlu
jauh-jauh. Berbekal usaha, semangat dan ketekunan Rima yakin akan berhasil
meraih ilmu ynag diinginkannya, meskipun ia adalah anak seorang petani biasa,
itu bukan masalah. Orang dihargai karena ilmunya bukan hartaya.
“Sudah dulu ya Rim, rumahku sudah dekat, kamu nggak
mampir ?”
“Tidak usah Hen, Ibuku pasti sudah khawatir”
“Ya sudah aku duluan”
“Iya”
Angin berhembus pelan. Tanda hujan akan segera turun
lagi. Benar saja, setelah Rima memasuki rumah, tiba-tiba saja hujan turun
dengan lebatnya. Rima memandangi motor tua milik Bapaknya. Dalam hati Rima
berkata “mungkin kamu akan dijual untuk menyekolahkan aku, tapi ketika aku
sudah pintar nanti, aku ingin menggantimu dan membelikan motor baru untuk
Bapak”.
*) Penulis adalah mahasiswi
STAIN Tulungagung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar